Saat kepergok seekor pemangsa di darat, barangkali kita masih bisa menyelamatkan diri dengan lari atau memanjat pohon. Namun saat kita berenang di laut atau sungai, dan menjadi incaran predator penguasa air, saat itulah situasi ‘skak-mat’ yang sebenarnya! ‘Kesuksesan’ banyak predator air dalam memangsa manusia, adalah karena manusia menjadi amat terbatas geraknya di alam yang bukan alamnya.
Salah satu predator air paling menakutkan adalah hiu. Dan di laut, merekalah ‘raja rimbanya’.
Sesungguhnya, menjelang abad XX, jenis-jenis hiu belum banyak dikenal. Beberapa ilmuwan malah mengklaim bahwa hiu sama sekali tidak berbahaya. Namun, pada bulan Juli, 1916, lewat serangan hiu beruntun di sepanjang pantai New Jersey, para predator puncak di lautan ini ‘unjuk gigi’ (dalam arti harfiah) dan menunjukkan bahwa mereka pantas dihormati dan diakui sebagai penguasa 71 persen wilayah permukaan bumi. Kasus ini adalah salah satu dari sedikit kasus serangan hiu yang mendefinisikan arti kata sebenarnya dari “hiu pemangsa manusia”.
Korban pertama adalah seorang pemuda bernama Charles Vansant yang tengah berenang bersama anjingnya. Dia diserang seeokor hiu yang belum diketahui jenisnya. Penjaga pantai bergegas berusaha menyelamatkannya, namun terlambat. Vansant tewas kehabisan darah sebelum ia sempat dibawa ke rumah sakit. Segumpal daging tercabik hilang dari salah satu kakinya.
Selang 5 hari kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Juli, seseorang melaporkan melihat sebuah ‘(perahu)kano merah’ terbalik di tengah laut. Saat ditelusuri, baru diketahui, bahwa apa yang disebut ‘kano merah’ itu ternyata adalah genangan darah seorang pria yang baru saja diserang seekor hiu. Mereka berusaha menyelamatkan dan membawa pria malang bernama Charles Bruder itu ke pantai. Namun lagi-lagi terlambat. Bruder meninggal dengan tubuh terkoyak. (Sampai di sini saya ga bisa memastikan, apakah hanya kebetulan ataukah sang hiu memang punya ‘urusan pribadi’ dengan siapapun yang bernama depan “Charles”?!)
Celakanya, walaupun selama beberapa hari, beberapa hiu terlihat berseliweran di seputar area serangan itu, para ilmuwan masih saja nekad menyatakan bahwa yang bertanggung jawab bukanlah hiu, tapi bisa jadi paus pembunuh (orca) atau penyu (what??? Penyu??? Pliiiiiiiiiiiiiiis dwech! *keplok2 jidat*). Tak heran jika kemudian mereka mengabaikan laporan bahwa terlihat seekor hiu di sebuah sungai dekat kota Matawan (termasuk wilayah Monmouth County, New Jersey). Ah, hiu apa pula yang kelayapan sampai ke air tawar?! Tapi, pada 12 Juli, 6 hari setelah peristiwa penyerangan pada Charles Bruder, si predator bertubuh torpedo ini kembali beraksi. Lester Stillwell, seorang anak berusia 11 tahun, yang tengah berenang di sungai itu diserang dan diseret ke dalam air. Warga kota bergegas menuju te-ka-pe, dan seorang pria, Stanley Fisher, nekad terjun ke air untuk menyelamatkan sisa tubuh si anak. Namun ia pun menerima serangan secara brutal, dan akhirnya tewas karena luka-lukanya yang parah! Dan tak sampai 30 menit kemudian, seorang pemuda juga diserang. Jiwanya memang bisa diselamatkan, namun dengan banyak luka koyak di sekujur tubuhnya.2 hari kemudian, seekor hiu betina muda jenis hiu putih besar (Great White Shark) tertangkap di Teluk Raritan, dekat Matawan. Dalam perutnya ditemukan sisa-sisa tubuh manusia. Namun tidak diyakini sepenuhnya, bahwa keseluruhan serangan di New Jersey adalah ulah si betina ini. Serangan di daerah pantai boleh jadi memang kerjaan hiu putih yang tertangkap itu. Namun serangan di sungai, dipercaya, adalah ulah hiu banteng (Bull Shark) yang memang punya keistimewaan bisa hidup di air laut dan air tawar serta mampu berburu di dua ekosistem yang berbeda itu.
Walaupun demikian, sejak insiden New Jersey inilah, hiu putih yang memang berpenampilan paling monster ‘resmi’ menyandang reputasi hitam sebagai “hiu pemakan manusia”. Dan insiden ini pula yang konon menginspirasi lahirnya novel legendaris karya Peter Benchley, “Jaws”, dan sukses diadaptasi ke layar lebar oleh sineas kondang, Steven Spielberg.
KOMENTAR SAYA: Tercipta berbekal satu set gigi tajam dan insting untuk menggunakannya ‘dengan benar’, ditambah kenyataan bahwa mangsanya cukup banyak sedangkan musuh alaminya relatif terbatas, menobatkan para hiu sebagai the most perfect killing machine!
Dari 350 lebih jenis hiu, hampir semuanya merupakan para penyerang agresif yang –tentu saja- berpotensi untuk menyerang dan melukai manusia. Apalagi banyak bukti yang menunjukkan bahwa serangan seekor hiu tak dimotivasi oleh rasa lapar semata. Menurut investigasi Arsip Serangan Hiu Internasional (International Shark Attack File - ISAF) rilisan 19 Januari 2011, dari seluruh dugaan serangan hiu atas manusia sampai tahun 2010, 30.85% adalah serangan akibat hiu-hiu tersebut terprovokasi; 14.69% tak tercatat secara detil; dan 31.62% murni merupakan serangan ‘iseng’. Diketahui juga, bahwa rata-rata terjadi 3-4 kali serangan pertahun. Subhâna-Llâh! Sebuah angka yang fantastis mengingat mereka tidak ‘tinggal serumah’ dengan kita.
Selain sisi agresifitasnya yang tinggi, para hiu juga memiliki beberapa keunggulan yang mempertegas posisi mereka sebagai pemangsa laut paling menakutkan. Antara lain, pertama, hiu adalah predator yang punya rasa penasaran cukup tinggi. Jika ada sesuatu yang ‘tidak biasa’ di hadapannya, ia akan memeriksa benda itu –celakanya, bukan dengan cara mengendus seperti kucing atau binatang lain, tapi—dengan cara menggigit; seolah ingin meyakinkan diri apakah benda itu bisa ia makan atau tidak. Beberapa kasus gigitan pada manusia diawali dengan acara ‘pemeriksaan’ ini. Dengan kata lain, jika ia penasaran pada salah satu bagian tubuh seseorang, semisal kaki, ia akan menggigitnya. Logikanya, si pemilik kaki tentu akan kaget lalu bergegas menghindar, biasanya dengan panik. Gerakan-gerakan ribut inilah yang justru memancing hiu untuk mengejar guna menuntaskan rasa penasarannya. Jika sampai ada darah, maka jangan salahkan kalau hiu tersebut berubah niat, dari ‘ingin tahu’ menjadi ‘ingin makan’!
Kedua, hiu dikenal sebagai salah satu binatamg yang paling tak kenal takut. Saat berada dalam posisi terancam, banyak penelitian menunjukkan, seekor hiu lebih memilih menyongsong bahaya daripada menghindar (tentu sambil berharap, siapa tahu bahaya itu ternyata makanan yang nikmat).
Ketiga, jangan lupakan: mulutnya! Mulut hiu memang dirancang sepenuhnya mematikan. Di situ terdapat rahang yang kekuatan tekanannya mencapai 2000-4000 psi. (pounds per square inch). Di atas rahang yang kekuatannya mampu menghancurkan cangkang penyu ini, terdapat barisan gigi berkelas razor-sharp teeth. Bahkan, beberapa hiu memiliki barisan gigi tajam yang kedua sisinya bergerigi seperti gergaji (selain hiu, binatang yang memiliki gigi bergerigi –sepanjang yang saya tahu- hanyalah komodo, itupun hanya di bagian sisi belakang saja). Dengan mulut yang seolah gudang penyimpanan berbagai jenis senjata tajam itu, seekor hiu bisa melakukan apa saja pada mangsanya, seperti menusuk, mencabik, menyayat, mengoyak, memotong dan merengkah; kecuali mengunyah.
Tidak itu saja. Gigi yang Anda lihat di barisan depan belum separuh dari keseluruhan koleksi gigi hiu. Di balik barisan terdepan terdapat paling tidak 4-7 baris gigi lagi. Barisan gigi di belakang ini akan maju dan menggantikan gigi di depannya yang tanggal (Mirip dalam sholat berjamaah; manakala seorang makmum batal lalu keluar dari shaff-nya, maka makmum di belakangnya –dengan syarat tertentu- maju untuk mengisi bagian shaff yang lowong, begitu kira-kira. Inilah barangkali mengapa tidak pernah terdengar ada pepatah “seperti hiu ompong”, hihihi…)
Walau demikian, jenis hiu yang serangannya benar-benar berpotensi mematikan barangkali ‘hanya’ ada beberapa, yaitu hiu putih besar (Carcharodon carcharias), hiu harimau (Galeocerdo cuvier), hiu kepala martil sub-spesies great hammerhead (Sphyrna mokarran), hiu harimau pasir (Carcharias taurus), hiu banteng (Carcharhinus leucas), hiu biru (Prionace glauca), hiu mako bersirip panjang (Isurus paucus), hiu mako bersirip pendek (Isurus oxyrinchus), hiu oceanic whitetip (Carcharhinus longimanus), dan hiu lemon (Negaprion brevirostris).
Yang terbesar adalah hiu putih (dewasanya rata-rata berukuran panjang 6 - 6,5 meter, bahkan ada yang mencapai 7 meter), disusul hiu macan dan great hammerhead (masing-masing tercatat bisa mencapai panjang lebih dari 6 meter). Sisanya berkisar antara 2 – 4 meter lebih. Di antara mereka, hiu putih adalah monster yang paling mematikan. Tercatat, hingga saat ini, dari 138 kematian akibat serangan hiu, hiu putih menempati ranking pertama dengan korban tewas 65 orang. Ranking kedua adalah hiu harimau (27 orang), dan ranking ketiga diduduki hiu banteng (25 orang). Walaupun ukuran tubuhnya tidak terlalu ‘wah’ (rata-rata ‘hanya’ 3,5 – 4 meter), hiu banteng adalah yang paling agresif dibanding hiu lain. Dan didukung kemampuannya beradaptasi dengan baik di perairan tawar, maka wilayah perburuannya pun menjadi semakin luas. Tak heran, jika dalam hal rekor jumlah manusia yang ia bunuh, hiu gemuk ini nyaris menyaingi (dan bukan tidak mungkin suatu saat mengungguli) kedua ‘kakak’nya.(Bersambung ke Man-Eaters # 07, In Syâ' Allâh)
Jumat, 28 Oktober 2011
9 Worst Man-Eaters #08 - “JAWS” DI NEW JERSEY
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar