Selasa, 25 Oktober 2011

9 Worst Man-Eaters #09 - TOM: TEROR BERJARI DUA

Muqaddimah:

Setiap binatang buas tentu saja berpotensi mematikan pada manusia. Namun secara individual, belum ada yang kebrutalannya menyamai para pemangsa (predator) sadis yang akan saya perkenalkan lewat catatan ini; yang aksinya telah menaikkan level mereka ke jenjang pemakan manusia (man-eaters) paling mengerikan dalam sejarah dan dengan jumlah korban tewas yang cukup fantastis (saya sebutkan secara countdown dengan mempertimbangkan jumlah manusia yang menjadi korban mereka.). Mereka ini adalah tipe predator yang telah memaksimalkan killing-insting mereka dan beberapa di antaranya membantai manusia dengan ‘senang hati’!.

Let's open up the gate, and the countdown to extinction is coming!

***

#09 - TOM: TEROR BERJARI DUA

Ini adalah sebuah kisah lama, dan berkembang semakin menuju ke arah mitos dan legenda, tentang pertempuran abadi para penduduk sekitar rawa-rawa Alabama dengan raksasa yang menurut mereka “Iblis Bermata Merah”.

Selama kurun 1920-an, rawa-rawa di sepanjang pinggiran Alabama sampai Florida telah terbenam dalam teror monster berujud seekor aligator Amerika jantan (biasa disebut bull-gator) bermata merah dan berukuran panjang mencapai 4,5 meter. Selain itu, yang juga istimewa dari fisik aligator ini adalah, ia dilaporkan nyaris kehilangan seluruh jemari kakinya, kecuali 2 jari kaki depan bagian kiri. Ini diketahui dari jejak-jejak yang tercetak di permukaan lumpur dan pasir setiap kali ia naik ke darat. Konon, ia kehilangan jemarinya dalam sebuah perangkap besi yang dipasang orang untuk menangkapnya. Kondisi inilah yang membuat aligator tersebut juga mendapat nama ‘akrab’ “Two Toed Tom (Tom Si Dua Jari)”.

Warga setempat mengklaim, bahwa gator ini bukan gator biasa, tapi “demon sent from hell to terrorize them“. Dengan ‘santai’, reptil berperisai ini menunjukkan bahwa bukan hanya ciri fisik yang membuatnya pantas disebut monster, tapi juga kelakuannya: mengabaikan mangsa alaminya dan beralih memburu makhluk-makhluk yang sering ia lihat berada di pinggir sungai dan mudah ditangkap. Ia mulai membantai binatang ternak semacam sapi dan keledai, serta mulai pula menyerang manusia (terutama dari kalangan wanita, yang pada masa itu sering mencuci pakaian mereka di pinggir rawa)!

Frekwensi serangannya yang cukup tinggi membuat banyak orang berusaha memburu dan membunuhnya, tapi selalu gagal. Bahkan dikisahkan, seorang petani setempat bernama Pap Haines begitu mendendam pada Tom karena telah membunuh keledai kesayangannya. Haines menyatakan perang dengan Tom. Dan selama 20 tahun berikutnya, pria ini pun mengupayakan berbagai cara untuk menangkap si Tom ini, hidup atau mati, namun tak juga kunjung berhasil. Akhirnya ia memutuskan untuk menggunakan cara ekstrim; menghujani area rawa yang diperkirakan menjadi tempat alligator itu berkubang dengan 15 timba penuh dinamit!

Ledakan bertubi-tubi itu –mungkin- berhasil membunuh semua penghuni area, kecuali Tom!

Kenyataan ini terbukti tak lama setelah Haines bersama 8 orang tetangga yang membantunya mengakhiri pengeboman. Mereka mendengar suara keras cipratan air dari bagian lain area yang mereka ledakkan. Yang membuat mereka merinding, cipratan itu diselingi jeritan ngeri seorang wanita. Mereka bergegas menuju sumber jeritan itu, dan sempat melihat kilatan mata merah yang sangat mereka kenal sebelum pemiliknya menghilang ke bawah permukaan air. Awalnya tak diketahui, siapa yang menjadi korban salah satu rahang paling mematikan itu, sampai beberapa waktu kemudian, di pinggiran rawa itu, mengambang sisa tubuh seorang anak gadis berusia 12 tahun yang ternyata adalah cucu Haines!

Sesungguhnyalah, kisah di atas dan kisah-kisah lain yang sejenis dengannya tentang sepak terjang si Tom, hingga saat ini, sulit dibedakan, mana yang benar-benar fakta dan mana yang sekedar dongeng. Namun semuanya mengindikasikan, bahwa Tom Si Dua Jari adalah nyata dan menguasai rawa-rawa itu selama bertahun-tahun.

Sampai pada kurun 1980-an, masih ada laporan, bahwa sesekali terlihat seekor aligator besar berjemur di sekitar rawa itu, yang diidentifikasi sebagai Tom dengan melihat jejak ‘dua jari’-nya yang terkenal.

KOMENTAR SAYA: Aligator adalah salah satu keluarga reptil tertua yang masih bertahan hidup di planet kita. Secara fisik, kakak sepupu kadal ini sering dikonotasikan dengan buaya (tidak heran jika terkadang ‘guru’ Bahasa Inggris kita, Pak Gugel, menterjemah kata “alligator” dengan “buaya”, hi… hi… hi…). Ada satu hal yang paling jelas untuk membedakan mereka, yakni bentuk moncong aligator yang lebih lebar dan lebih pendek daripada moncong buaya. Selain itu, tubuh aligator juga relatif lebih bulat. Namun –dengan barisan 70-an gigi tajam tak beraturan di rahangnya—aligator amat tidak pantas disebut “imut”.

Saat ini, hanya ada dua jenis aligator, yaitu aligator Amerika (Alligator mississippiensis) dan aligator China (Alligator sinensis). Aligator China berukuran lebih kecil. Dewasanya tercatat hanya sepanjang sekitar 3 meter. Sedangkan aligator Amerika dewasa bisa mencapai ukuran 4 - 4,5 meter. Namun, jika seekor aligator dapat mencapai usia maksimalnya, ukurannya bisa terus tumbuh. Di Lousiana, pernah ada seekor aligator ‘sepuh’ yang mencapai panjang 5,48 m.Ia, sebagaimana keluarganya yang lain, yakni buaya, gavial, dan kaiman, adalah para predator puncak di habitat dan ekosistem masing-masing. Kalaupun di antara mereka ada (dan –sayangnya- memang ada!) yang ‘naik kelas’ menjadi pemangsa manusia, tentu ada hal-hal spesifik yang melatar-belakanginya.

Cacat fisik memang dapat menyebabkan seekor predator menyerang manusia. Tak mampu memburu mangsa alami, ia kemudian berusaha memenuhi kebutuhan makannya dengan mengincar apapun yang mudah diperoleh, seperti binatang ternak dan manusia. Namun bagi keluarga buaya, cacat fisik tidaklah terlalu berpengaruh. Bahkan lumrah dijumpai, seekor pejantan dominan memiliki banyak cacat fisik di tubuhnya. Akan tetapi, selama masih memiliki ekor dan moncong yang belum ompong, para buaya tetap sangat berbahaya! Apalagi dari tulisan di atas dapat dipahami, bahwa si Tom ini sudah jahat sebelum ia kehilangan jemarinya.

Dimungkinkan, habitatnya yang berdekatan dengan daerah hunian manusia yang membuat aligator ini menjadi legenda menakutkan. Dalam setiap perkampungan pinggir sungai, selalu ada manusia dan ternak yang beraktifitas di dekat air. Mulanya, mungkin, Tom berhasil menerkam seekor ternak yang banyak berkeliaran di situ. Sukses ini membuatnya ketagihan dan memutuskan untuk menjadikan daerah itu sebagai wilayah perburuannya. Akibatnya, makhluk apapun yang mendekati air, binatang atau manusia, akan menjadi mangsa potensial baginya.

Sebenarnya, dari segi jumlah korban (yang tercatat hanya 1 orang), tak ada yang istimewa dari insiden serangan Tom ini. Dengan populasi sekitar 5 juta ekor di seluruh daerah perairan Amerika, pertemuan aligator dengan manusia yang berujung pada sebuah serangan menjadi tak terlalu mengherankan. Dilaporkan, bahwa dari 275 kali serangan dalam kurun 60-an tahun terakhir, ‘hanya’ 38 yang mengakibatkan jatuh korban tewas (yang paling spektakuler barangkali insiden yang terjadi bulan Mei 2006; dalam waktu tidak sampai satu minggu, terjadi 3 kali serangan aligator dan menewaskan 3 warga Florida).

Barangkali, sisi dramatis-lah yang membuat kisah penyerangan Tom menjadi menarik untuk diceritakan berulang-ulang. Dengan deskripsi “aligator raksasa bermata merah dan berjari hanya dua”, lalu kombinasikan dengan bumbu “tak bisa dibunuh bahkan dengan dinamit sekalipun”, maka Anda akan mendapatkan tokoh monster legenda baru selevel King Kong dan Gojira . Saya membayangkan, pengakuan-pengakuan yang semacam “…tadi kami melihatnya; aligator itu memang raksasa!”, atau: “waktu saya bersama si anu dan si anu memancing, saya terpeleset lumpur, dan jatuh tepat di samping jejak kaki berjari dua …”, atau: “waktu menyelam, aku jelas melihat sepasang sinar merah di antara keruhnya air…” barangkali masih kerap terdengar dan ini jelas mengundang minat imajinasi pendengarnya untuk terus ‘menghidupkan’ Tom.

Lalu, apakah saat ini Tom memang masih hidup? Sampai sekarang, belum terdengar satupun kabar bahwa pemangsa berjari dua ini telah tertangkap atau paling tidak ditemukan bangkainya. Namun, dengan asumsi bahwa saat terakhir kali terlihat, dan berdasarkan ukuran rubuhnya, Tom merupakan aligator berusia lanjut, sementara usia normal seekor aligator berada pada kisaran 50-70 tahun (walaupun pernah ada laporan tentang seekor aligator yang mencapai usia 100 tahun lebih), maka, meski amat kecil kemungkinannya, jawabannya tetaplah “mungkin”!

(Bersambung, In Syâ' Allâh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar