Jumat, 06 Agustus 2010

KING DIAMOND: VooDoo (1998)

Maaf kalo saya masih 'ketagihan' ngoceh seputar KING DIAMOND. Dan kali ini saya (mencoba) bicara tentang full-lenght album ke-8 mereka; VOODOO, yang dirilis pada Pebruari 1998.

Pada mulanya, album yang akan dirilis tahun itu berjudul “The Plague”. Namun semakin ceritanya berkembang, semakin terlihat kemiripannya dengan THE EYE (1990). Akhirnya King Diamond-pun menghentikan penulisan cerita untuk album tersebut. Saat ia tengah mencari-cari topik baru, Chris Estes (basis), menawarkan topik dunia 'hitam' voodoo. Chris, yang saat itu tengah menjalani kuliah, meminjam lima buah buku tentang voodoo dari perpustakaan dan diperlihatkannya pada KD. Setelah ‘melahap’ kelima buku tersebut, KD memutuskan untuk menggarap album baru dengan topik voodoo. Di samping itu, ia meminta temannya, Dimebag Darrel (Gitaris Pantera, yang pada 2004 lalu tewas ditembak saat beraksi di panggung) untuk menyumbangkan sedikit sayatan gitarnya dalam lagu “Voodoo” yang sekaligus menjadi judul album. Dan dalam sebuah interview, KD mengatakan bahwa, suatu saat, mungkin ia akan membuat sekual untuk album Voodoo ini, sebagaimana Them" (1988) - Conspiracy (1989) dan Abigail (1987) - Abigail II: The Revenge (2002). Dan ending story-line album ini memang membuka peluang untuk itu.

Konsep musik dalam album ini mungkin akan mengingatkan kita pada "THEM" (1988) dan sekuelnya, CONSPIRACY (1989). Namun muatan substansinya lebih memiliki kesamaan dengan ABIGAIL (1987). Paling tidak, pesan moral yang ingin disampaikan KD lewat “Voodoo” dan “Abigail” adalah (kira-kira) : JANGAN MAIN-MAIN DENGAN SESUATU YANG TIDAK KAU KENAL ! Lihat saja; betapa kesulitan dan teror yang dialami keluarga Jonathan Lafey (dalam “Abigail”) dan keluarga David Lafayette sama-sama merupakan resiko dari satu sikap: meremehkan sebuah peringatan awal!

***

PROLOG

Kisah ini, Kawan, bermula pada musim panas 1932, saat David Lafayette dan isterinya Sarah yang tengah hamil serta Kakek Lafayette yang buta, pindah ke sebuah rumah tua besar di pinggir sungai Mississippi; tepatnya di Baton Rougue Utara, Louisiana. Rumah tua itu lebih dikenal dengan nama Rumah “LOA”. Konon rumah itu milik Jean Le Noir, seorang "houngan" (pendeta voodoo) yang tewas dalam sebuah pertarungan dengan Bocor. Ia kemudian dikuburkan di sebuah pekuburan di belakang rumah besar itu. Karena di sana juga dikuburkan para praktisi voodoo yang lain, di antaranya adalah Baron Samedi, maka pekuburan itu dikenal sebagai tanah pekuburan voodoo. Penduduk setempat menganggap rumah itu angker, karena sesekali masih terlihat arwah si Pendeta Voodoo bergentayangan di dalamnya. Celakanya, kisah berbau mistik seputar rumah ini tidak diketahui oleh keluarga Lafayette yang malang…

***

Keluarga Lafayette, terutama David, mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres saat malam-malam mereka, terutama saat rembulan penuh, terganggu oleh bunyi genderang voodoo dari arah hutan di belakang rumah mereka. Akhirnya rapat keluarga kecil itu memutuskan: pekuburan voodoo di belakang rumah harus digusur! Salem (dibaca seperti nama salah satu jenis ikan), pelayan di rumah itu, menentang rencana tersebut. Ia mengingatkan, para penghuni kuburan itu akan marah lalu bangkit dan menghantui mereka. Namun peringatan itu oleh David dianggap tahayul belaka. Ia tetap akan melaksanakan rencana penggusuran itu. Lelaki ini tidak tahu bahwa ada empat orang yang bersedia mati untuk mempertahankan keberadaan pekuburan tua itu. Mereka adalah si Hitam Jangkung Dr. Le Croix, seorang praktisi voodoo yang disegani; Madame Sarita, wanita separuh baya pemilik ular kutukan, yang hampir sekujur tubuhnya dihiasi untaian perhiasan dan manik-manik berkekuatan magis; Lula Chevalier, seorang wanita muda penari voodoo yang jarang terlihat; dan Salem sendiri.

Yang tidak diketahui oleh keluarga Lafayette adalah bahwa voodoo sudah mendarah daging dalam diri Salem (dan teman-temannya tentu saja). Keempat orang ini biasa berkumpul seminggu sekali di pekuburan tua voodoo untuk mengadakan tarian dan pesta pemujaan terhadap Dewa Voodoo yang sangat mereka sanjung, Damballah. Selain itu, para penghuni pekuburan voodoo, terutama Baron Samedi, adalah para leluhur pujaan mereka.

Demi mendengar rencana penggusuran itu dari Salem, mereka, tentu saja, marah luar biasa!

Hanya ada satu cara untuk menghentikan rencana itu; melenyapkan keluarga Lafayette dengan kekuatan voodoo yang mereka miliki. Lalu sarana untuk sebuah ritual voodoo-pun segera disiapkan: seekor ular kutukan dan segenggam tanah pekuburan. Dan Salem ditunjuk sebagai pelaksana prosesinya. Malam itu juga rangkaian prosesi itu dilaksanakan.

Mula-mula Salem menguburkan ular kutukannya di salah satu bagian dalam Rumah LOA. Lalu keesokan paginya ia membuat "a la carte" (masakan dengan bahan utama telur) sebagai sarapan pagi untuk ketiga tuannya, plus teh yang telah dicampur sedikit tanah pekuburan. Reaksi sarapan pagi itu segera terlihat siang harinya. David dan Kakek langsung jatuh sakit. Namun David jauh lebih parah. Ular kutukan Salem mematuknya. Jika si Kakek ‘hanya’ tidak sanggup bangun dari tempat tidur, maka David menggeliat-mengeliat dalam dekapan penderitaan dengan tubuh basah bersimbah keringat. Sementara Sarah tidak ikut bersantap pagi bersama seperti biasanya. Wanita malang ini tiba-tiba terserang flu. Dan ini menyelamatkannya dari pengaruh jahat masakan Salem.

Salem dongkol setengah mati. “Ah, satu orang sudah beres. Tinggal si tua dan wanita sialan itu!” pikirnya menggerutu.

Malam itu Salem dan ketiga temannya kembali berkumpul.

Kali ini mereka akan mengadakan upacara pemanggilan arwah Baron Samedi untuk membantu mencarikan jalan melenyapkan Sarah (rupanya mereka tidak lagi memperdulikan si kakek. Walau ia tidak celaka sebagaiman diharapkan, toh sakit yang dideritanya dan kebutaannya membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa). Upacara itu segera dimulai, sampai jauh malam…

Dan sang arwah benar-benar bangkit!

Bangkit dan langsung bersemayam dalam tubuh Dr. Le Croix, lalu lewat mulut dokter itu, sang arwah memerintahkan Salem agar kembali mengambil segenggam tanah kuburan Baron Samedi, arwah itu sendiri, dan Salem harus berusaha agar tanah itu dapat bersentuhan dengan Sarah saat ia tidur.

Keesokan malamnya Salem segera bertindak cepat. Tanpa suara, dengan segenggam tanah kuburan di tangan, ia berhasil menyusup ke kamar Sarah. Begitu berada di dalam, tanpa membuang tempo, Salem langsung mengucurkan tanah kuburan itu ke tangan Sarah yang tengah tidur lelap. Sekejap kemudian tubuh Sarah tampak menggeliat dan mengejang. Sepasang matanya membeliak namun yang terlihat hanya bagian putihnya. Lalu dari mulut wanita ini terdengar suara-suara asing.

Tiba-tiba Kakek Lafayette masuk (entah kekuatan apa yang membuat si tua ini sembuh lebih cepat). Salem pun cepat menyelinap pergi.

“Sarah, ada apa ?” tanya Kakek.

Tidak ada sahutan.

Yang terdengar hanya ceracauan mulut Sarah dalam bahasa pribumi. Namun bukan bahasa itu yang membuat si kakek mendadak tertegun dengan wajah pucat, tapi justeru suaranya. Ya, suara yang keluar dari mulut Sarah bukan suara seorang wanita, tapi sebuah suara berat parau. Suara seorang laki-laki!

Arwah Baron Samedi benar-benar telah menguasai tubuh wanita itu!

Saat berusaha menenangkan Sarah, Kakek menyadari bahwa kutukan tanah pekuburan tua kini menjadi kenyataan. Iapun berusaha menghubungi temannya yang memiliki keahlian mengusir roh, Pendeta Malone, untuk membantu mengusir roh jahat dalam diri Sarah. Dari seberang telpon, si pendeta berjanji akan datang.

Keesokan sorenya, barulah Pendeta Malone tiba.

Lalu dengan salib, Injil dan percikan air sucinya, pendeta itu berusaha mengusir roh jahat dalam tubuh Sarah. Ini bukanlah pekerjaan mudah. Sepanjang sore hingga jauh malam, pendeta itu berjuang mati-matian. Tengah malam, tubuh Sarah tiba-tiba berhenti bergerak dan terbanting di atas kasur. Sesaat kemudian terdengar desah nafas teratur… Ah, wanita ini tertidur rupanya. Akan halnya pendeta Malone, lelaki ini terbadai di atas kursinya. Keletihan lahir batin membuatnya cepat menyusul Sarah, terlelap.

Ia tidak tahu bahwa ternyata perjuangan hidup-matinya hanyalah suatu kesia-sian…

Sementara itu, di pekuburan voodoo, tampak Lula, dengan penuh hormat, menyerahkan sebuah salib besar kepada Dr. Le Croix. Sebuah salib yang aneh dan mengerikan karena penuh ditancapi paku-paku besar dengan bagian lancipnya mencuat keluar. Salib itu milik mendiang Baron Samedi yang sehari-harinya terpajang di salah satu dinding Rumah LOA. Secara diam-diam, pada saat berlangsungnya proses pengusiran arwah oleh Pendeta Malone, Lula berhasil mengambilnya. Kemudian si dokter menyuruh Lula untuk kembali ke rumah itu dan ia harus menyerahkan salib berbau maut itu pada Sarah. Lula segera berangkat. Beberapa menit kemudian, ia telah berada dalam kamar dimana Sarah dan Pendeta Malone sama-sama tertidur. Dengan cepat Lula menyelipkan salib berpaku Baron Samedi ke dalam genggaman Sarah, lalu wanita itu segera menyelinap pergi.

Sesaat kemudian tiba-tiba Sarah (yang sebenarnya masih dikuasai arwah Baron Samedi) bangkit terduduk. Lalu dengan gerakan kaku ia turun dari tempat tidur dan melangkah menuju kursi tempat Pendeta Malone. Sepasang mata Sarah yang terbuka nyalang tampak seolah dikobari api saat memandangi si Pendeta. Detik berikutnya, terdengar jeritan-jeritan ngeri dan kesakitan dari Pendeta Malone saat kedua tangan Sarah berulang-ulang mengunjamkan salib berpaku ke kepala Pendeta itu.

“Sarah, hentikan !” terdengar teriakan Kakek.

Salib di tangan Sarah jatuh berkerontang di lantai, menyusul Pendeta Malone yang tersungkur bersimbah darah…

***

Keesokan harinya, polisi dan paramedis berdatangan. Polisi-polisi itu tidak mendapat keterangan memuaskan dari Kakek yang kondisinya memang tidak memungkinkannya untuk mengetahui banyak hal. Namun justeru si kakeklah yang mendapat informasi mengejutkan dari polisi-polisi itu. Salah seorang polisi berkata: “Dulu di sini pernah ada seorang penggali kubur di Rumah “LOA” bernama Salem. Tapi ia telah mati beberapa tahun yang lalu. Dan... Eh, Anda tahu tidak. Ia dikuburkan di pekuburan tua itu!”

Si Kakek, terhenyak, pucat dan ngeri …

***

EPILOG

Rumah LOA dengan pekuburan voodoo tua itu masih berdiri tegak, pongah dan angker. Sedangkan keluarga Lafayette, setelah keluar dari rumah sakit, segera meninggalkan Louisiana dan pindah entah ke mana. Pendeta Malone pun berhasil diselamatkan dari kematian. Hanya saja apa yang dialaminya membuatnya menjadi seorang tua yang sangat penakut.

Belakangan hari tersiar kabar, di suatu tempat, ada seorang wanita yang baru melahirkan bayi. Yang aneh adalah, bayi itu ternyata berbicara dengan suara yang ganjil, suara seorang laki-laki!

Ah, dugaanmu benar, kawan. Wanita itu bernama Sarah Lafayette…

Dan... Oiya, apakah aku sudah memperkenalkan diri? Belum? Baiklah, kenalkan; namaku, Salem!

©2002, November, 29th_z@envanhamme
Diolah dari berbagai sumber dan keterbatasan untuk berbahasa Inggris yang baik, hiks...

3 komentar: