95% gadis-gadis jomblo desa Sukamajujalan lebih memilih belanja ke toko Pak Syaikhi yang kecil dan jauh dari kata ‘lengkap’. Selanjutnya data tersebut mengungkapkan bahwa alasan utama mereka berbelanja di toko pengasuh langgar kampung itu adalah:
Faktor “membeli sambil beramal”: 10 %.
Faktor “barokah”: 10 %
Faktor kekerabatan: 5 %
Faktor “lebih dekat”: 5 %
Faktor “lebih murah”: 5 %
Faktor “Loranah”: 70 %
Loranah? Ya, Loranah! Putera sulung Pak Syaikhi yang memang berdinas sebagai penjaga toko itu sudah kondang dan 'legendaris' sebagai pemuda lajang bertipe ‘joker (joko keren)’ dan ‘coca cola (cowok cakep cowok idola)’. Tak sedikit dari gadis-gadis itu yang (walaupun tahu, apa yang akan mereka beli ga ada di situ, namun) tetap mendatangi toko Pak Syaikhi untuk sekedar bisa bertegur sapa dan mendapat hadiah senyum dari cowok berusia 21 tahun itu.
***
Pagi itu begitu cerah. Secerah wajah Coninah, anak gadis Pak Lopak. Betapa tidak, pagi ini ia kembali akan berjumpa dengan Loranah. Tadi malam Emaknya meminta ia belanja beberapa keperluan dapur, secara mereka akan mengadakan acara maulidan dan si Emak terlalu sibuk untuk belanja sendiri. Jadilah gadis 17 tahun ini sejak jam setengah enam tadi sudah mematut-matut diri di depan cermin. Sambil menikmati alunan nomor2 mendayu dari band2 kemayu yang lagu2nya laku keras sebagai nada dering dan ring-back tones itu, terbayang dibenaknya, ia akan bercakap-cakap, bertukar senyum, dan –kalau mungkin-- sesekali bersanda-gurau dengan Loranah. Dan dengan daftar belanjaan yang cukup banyak, akan tersedia cukup waktu baginya berlama-lama di toko Pak Syaikhi. Apalagi banyak teman sekolahnya yang bilang, di desa Sukamajujalan, Coninah adalah gadis yang paling cantik, paling manis, paling oke, dengan tampilan tubuh bertemplate ‘full pressed body’, sehingga –sekali lagi, kata teman2nya-- Coninah-lah yang paling sepadan untuk menjadi pasangan Loranah.
Jam 7.30, aksi berdandan total itu pun selesailah (Alamak! Dandan sampe 2 jam???). Lalu dengan menjinjing tas belanjaan, dompet dan sekeranjang harapan, Coninah berangkat menuju toko Pak Syaikh. Dari jauh, terlihat toko itu masih sepi. Namun inilah yng memang diharapkan Coninah…
***
Loranah menyambut Coninah dengan senyum yang membuat hati gadis itu berbunga2, bertaman2, berkebun2, berhutan2… Dan, begitu sampai dihadapan Loranah, terjadilah ‘kecelakaan’ fatal yang sungguh tak diharapkan Coninah. Ibaratnya, “al-mujūru la yudāpat, wal malāngu la yuhālang” (mujur tak bisa didapat, malang tak bisa dihalang); tiba2: “Bruuuuuuuuuutttt!!!” bunyi dentuman terdengar menggelegar dari bagian bawah tubuh Coninah!
Sungguh, Conina telah kentut, dengan kentut yang nyata!
Akibatnya segera terlihat: bunga2 dihati Coninah mendadak layu. Senyum paling manis yang ia persiapkan sejak tadi pagi, sirna tanpa bekas. Rautnya yang semula secerah pagi, langsung redup tertutup mendung rasa malu tak terkira. Darah seolah tak lagi mengaliri wajahnya yang pucat se pucat2nya! Betapa saat itu Coninah sangat berharap tanah yng diinjaknya amblas dan menelan dirinya bulat2!
“Mmm… mau beli apa, Neng?” tanya Loranah, dengan wajah yang –anehnya—tak menampakkan perubahan apapun, selain keramahan yang wajar sebagaimana sebelumnya.
Kepalang basah, Coninah menjawab, dengan suara lirih dan ber’vibrasi’ bahana malu:
“eh…anu…Kang, Sss… saya cuma mau beli gula, Kang, 5 kilo, dan…eh…minyak goreng…2 liter aja…”
“Ooo… kalo jagung suadh habis, Neng. Kacang ijo masih ada, mau berapakilo?”
Hah? Conina melongo. Merasa mungkin suaranya kurang keras, Conina mengulang sambil menaikkan volumenya:
“Gula, Kang; gula, sama minyak goreng…” Conina menegaskan.
“Oh, kecap ya? Mau botolan ato sachetan?” tanya Lorana.
“Ya ampuuuuun… cakep2 kok congek, sih?” batin Conina kesal. Lalu, dengan setengah berteriak, ia kembali mengulang:
“Kaaaang, saya mau beli gula! Denger neh ya, Ge-U-eL-A, G-U-L-A!!!”
“Oh, iya, maaf...”Loranah manggut2. “Kirain kecap, he…he…he… Jadi mau beli minyak tanah ya? Berapa liter?”
Gedubrak!!!
Si gadis kesal sekali. Dan… eh, ia tiba2 tersenyum saat menyadari satu hal: alunan nada kentutnya tadi pastilah terlewatkan oleh telinga Loranah. Dan dengan pucat di wajahnya yang mulai menghilang, Conina berkata lagi, kali ini ¾ teriak:
“Ya udah ah, Kang. Ga jadi deh! Saya cari di toko lain ajah!” katanya sambil balik kanan dan langsung ngeloyor pergi, diiringi pandangan dan senyuman Loranah.
Lalu, tiba2, anak muda ini membalikkan tubuh untuk memeriksa suara-suara halus yang baru saja ia dengar di belakangnya.
“Ah, tikus2 itu berulah lagi…” pikirnya…
(diolah dari Sullam at-Taufiq, hlm. 72)
Salute Yank, sungguh mempesona penyajiannya..... saya sangat2 suka....
BalasHapushehehe..cakep2 ternyata congek ya? nggak jadi naksir loranah deh, naksir partelon aja :-)
BalasHapusupss.. ada buwel ya? kaburr ahh..ntar diomelin lagi
BalasHapusSeandainya semua orang bisa seperti itu ya Mas? Tidak makin mempermalukan orang yang sudah merasa malu..Terima kasih tausiyahnya Pak Kyai :)
BalasHapus@Yayang Buwel: Penyajiannya mang pake acara dandan 2 jam, Yang, makanya "mempesona", hehehe....
BalasHapus@Lumbung: Waduh! ;-)
@Ajeng: Seandainya...semoga...
Btw, dpt salam dr Pak Kyai Syaikhi, :-)
oohh.. jadi Loranah cuma pura2 budek yah?! biar si coninah ga malu, iiih... baiikk banget yaahh... :D
BalasHapusLoranah?
BalasHapusApakah dia Wiro sableng yang aku cari?!
Aku akan mencari tahu....
salut deh ama Loranah^^
BalasHapus@YolizZ: tul, hihihii...
BalasHapus@Yans: ntar, saya cari info dulu, hihihi...
@Little: Makasih; tp saya bukan "loranah" lho ya, wkwkwk