Sabtu, 12 November 2011

9 Worst Man-Eaters #06 - BERUANG BRUTAL DARI MYSORE

Salah satu jenis beruang hitam yang habitatnya hanya ada di India dan Srilanka adalah beruang sloth (beruang ‘pemalas’ - Ursus ursinus). Tak seperti namanya, beruang ini tercatat sebagai salah satu beruang paling agresif dan dilaporkan banyak menyerang manusia di India, rata-rata satu kali serangan per minggu, dan menyebabkan banyak korban tewas maupun luka-luka. Meski demikian, para beruang ini amat jarang memakan daging menusia, dan lebih memilih mengkonsumsi buah-buahan, madu dan rayap. Namun, pada kurun 1950-an, di Mysore, sebuah kota dalam wilayah Negara Bagian Karnataka, India, seekor beruang sloth mendadak menjadi terkenal sebagai spesialis pemangsa manusia.

Ada banyak versi tentang asal-usul beruang pembunuh Maysore ini. Beberapa lebih menyerupai dongeng dengan kisah roman a la film King Kong (1933). Dikisahkan, bahwa seekor beruang sloth jantan menculik seorang gadis desa untuk ia jadikan pasangannya (alamaaaaaaak!). Gadis itu berhasil diselamatkan penduduk. Si Beruang menjadi murka. Ia membantai sejumlah penduduk sebagai aksi balas dendam.

Versi lain, yang relatif ‘normal’, menyatakan bahwa beruang ini adalah betina yang mengamuk membunuhi orang-orang yang telah membunuh anaknya. Namun menurut para ahli, beruang ini barangkali terluka oleh ulah tangan manusia, lalu menjadi sangat agresif.

Apapun, yang jelas, aksi tunggal beruang Mysore ini bertanggung jawab atas insiden penyerangan yang menyebabkan 12 orang tewas (3 diantaranya dimakan) dan lebih dari 20 orang lainnya terluka parah (bahkan beberapa ada yang kehilangan anggota badan)!

Melalui tiga kali usaha perburuan, seorang penulis sekaligus pemburu ulung, Kenneth Anderson (1910–1974), berhasil menewaskan beruang ini, lalu menuliskan kisah berdarah itu dalam bukunya, Man-Eaters and Jungle Killers (1957), pada bab “The Black Bear of Mysore”.

KOMENTAR SAYA: Fisik beruang sloth, sebagaimana umumnya keluarga beruang hitam, tidaklah sebesar beruang kutub dan beruang cokelat. Dewasanya ‘hanya’ berukuran panjang 1,9 meter dan bobot sekitar 100 kg. Namun jika sedang marah, taring dan cakarnya bisa menjadi ancaman serius. Insiden di Mysore bisa menjadi peringatan nyata.

‘Balas dendam’ memang cukup bagus untuk menjelaskan latar-belakang terjadinya insiden tersebut (daripada menceritakan romantisme model binatang buas). Intinya, yang berperan penting adalah unsur ‘ketidak harmonisan antar tetangga’ dalam sebuah habitat yang relatif berdekatan.

Analisa lain yang bisa saya kemukakan adalah, dimungkinkan bahwa tingginya intensitas konflik manusia dengan beruang sloth (termasuk di Mysore) merupakan ekses dari tradisi kuno bernama “Tarian Beruang” (semacam topeng monyet di Indonesia) yang telah dikenal sejak abad ke-16. Di beberapa daerah di India, tradisi ini banyak diminati dan cukup menjanjikan secara ekonomis. Orang-orang mulai menangkapi beruang-beruang muda untuk dilatih sebagai ‘penari’. Barangkali, sekali lagi: barangkali, ada proses pelatihan yang semena-mena dan tanpa mengindahkan ‘perasaan’ beruang-beruang tersebut. Salah satu dari mereka lalu memutuskan untuk memberontak dan menunjukkan bahwa “beruang juga predator”.

Belakangan, tradisi yang oleh para pencinta binatang dan pejuang pelestarian alam dianggap kejam ini mulai dihilangkan. Beberapa gerakan perlindungan binatang semacam International Animal Rescue (IAR) dan Wildlife SOS (WSOS) Cabang India sejak 2006 gencar mengkampanyekan penghapusan tradisi tersebut. Mereka bekerjasama dengan pemerintah India untuk mempertegas pemberlakuan undang-undang larangan penangkapan dan jual-beli beruang sloth. Pada 2009 lalu, pejabat berwenang di India memastikan bahwa tak ada lagi beruang sloth yang masih aktif sebagai ‘penari jalanan’.

(Bersambung ke Man-Eaters # 05, In Syâ' Allâh)

2 komentar: