SANTAI (LAGI), COY !

Mangga2 ranum tak bertuan di pinggir hutan itu, sungguh mengundang selera siapapun yang melihatnya, tak terkecuali Sukalér, lelaki (hampir) tua tetangga Pak Syaikhi.

Saat itu menjelang tengah hari, Sukalér tampak ter-mangu2 memandangi buah2 mangga di atasnya. Sejak tadi pagi telah banyak usaha dilakukannya untuk mendapatkan mangga2 seksi yang terus hadir di benaknya itu dan bahkan terkadang menggodanya lewat mimpi.

Ia telah melompat untuk menjangkaunya, namun si mangga terlalu tinggi untuk dicapai.

Memanjat pun telah dia lakukan, namun buah2an itu ternyata memilih tempat di ujung2 terjauh dari dahan2 berukuran kecil dan --kayaknya-- tidak mungkin dapat menahan bobot tubuh bahkan yang sekurus Sukalér. Sukalér tentu tidak mau mengambil resiko terjun bebas jika nekad menjalari dahan2 itu. Ia tak sudi tulang2nya yang telah mulai rapuh harus berantakan hanya untuk ditukar dengan 1-2 butir mangga.

Bahkan melempari mangga menggemaskan itu sekali dua hanya menghasilkan benjolan sebesar mangga di jidatnya.

Ia juga sudah celingukan kesana kemari, namun tak ada makhluk apapun di sekitarnya yang punya cukup kredibilitas untuk ia jadikan galah pengait.

Akhirnya, dengan wajah bagai dompet tanggung bulan, Sukalér ngeloyor pergi seraya tak lupa membingkiskan sekeranjang 'pujian' ke alamat sang mangga:

"Ah, tongkrongan aja yang keren, sok gagah, sok cantik. Dasar mangga gak mutu! Udah kecut pake belagu lagi!"